Sabtu, 31 Oktober 2015

Peralihan Politik Oportunis Pragmatis Ke Politik Etis

Kamis, 12 Februari 2015

Tata Wilayah dan Kota Jakarta Pasca Banjir Teguh Kurniawan Dialog “Indonesia Siang”, TVRI Nasional, Kamis, 24 Januari 2013


Tata Wilayah dan Kota Jakarta
Pasca Banjir

Teguh Kurniawan
Dialog “Indonesia Siang”, TVRI Nasional,
Kamis, 24 Januari 2013



1.    Dampak Tata Kota yang buruk terhadap aspek sosial ekonomi.


  • Kota sebagai mesin pertumbuhan ---> daya saing kota ---> kota berkelanjutan (keseimbangan antara pembangunan ekonomi dengan pembangunan sosial dan pembangunan lingkungan).
  • Perlu ditata sehingga masyarakat dapat sejahtera berkelanjutan---> daya dukung ekologis perlu diperhatikan.
  • Kota berkelas dunia ---> kota yang layak huni, nyaman, kompetitif.
  • Ecopolis ---> kota yang bertanggungjawab, kota yang berkehidupan, kota yang partisipatif.
  • Dampak ekonomi dari berbagai masalah yang muncul ---> macet (43 trilyun /thn), banjir 2002 & 2007 (37 trilyun).


2.        Tata Wilayah dan kota Jakarta dahulu dan kini


  • Urbanisasi memberikan dampak besar terhadap kebutuhan dan penggunaan ruang (lihat pola pemanfaatan ruang dari tahun ke tahun).
  • Urbanisasi yang tidak terkendali memberikan kontribusi terhadap timbulnya berbagai bencana termasuk banjir (lihat penyebab banjir dan berbagai kajian tentang banjir.


3.        Evaluasi perencanaan tata wilayah Ibukota

  •  Inkonsistensi pembangunan dengan tata ruang dan berbagai aturan yang lain ---> membangun tidak pada tempatnya, konstruksi bangunan yang tidak sesuai aturan dan juga amdal---> corrupting behaviour.
  • Pengaturan yang belum memadai (fungsi regulasi dan instrumen pembangunan harus lebih dominan dibanding fungsi budget --> lihat Perda tentang Pajak air Tanah).

4.    Peran pemerintah pusat, pemda, swasta, dan masyarakat

a.      Pemerintah (Pusat/Daerah):


  • RTR yang berkelanjutan.
  • Pengaturan dan penerapan aturan secara konsisten (pengendalian penggunaan air tanah, pembuatan gedung dan infrastruktur, RTR)---> fungsi regulasi dan instrumen harus lebih dominan (sanksi yang tegas dan tidak hanya administratif).
  • Pengendalian banjir dan instrusi air laut.
  • Penyediaan fasilitas publik yang memadai (air bersih, transportasi).
  • Program pengawetan air.


b.      Swasta:


  • Pelaksanaan aktivitas bisnis yang sesuai dengan prinsip pembangunan berkelanjutan (ramah lingkungan, amdal)


c.       Masyarakat:


  • Melaksanakan aktivitas yang berwawasan lingkungan (hemat, menjaga kebersihan)


5.        Penyebab Banjir

a.      Faktor alami
    •  Hidrologis --> curah hujan yang tinggi.
    • Topografi (dataran rendah)--> di bawah permukaan air laut.
    • Perlintasan sungai --> daerah hilir -->13 sungai.
    • Penurunan tanah secara alami.
    • Air pasang--> laut

b.    Faktor buatan (anthropogenic)

    • Penggunaan lahan --> pertumbuhan wilayah kota yang tidak terkontrol.
    • Berkurangnya daerah resapan (penyimpan) air di wilayah hulu--> banyaknya pembangunan villa, perubahan fungsi situ/waduk/danau --> RENDAHNYA DAYA SERAP AIR DI HULU.
    • Infrastruktur pengendali banjir dan perawatannya yang tidak memadai (sistem drainase, pompa) --> KECILNYA DAYA TAMPUNG DIHILIR.
    • Pendangkalan sungai akihat sampah dan pemukiman liar.
    • Berkurangnya daerah resapan.
    • Berkurangnya luas situ/waduk/rawa--> daerah resapan air.
    •  Penurunan permukaan tanah --> akibat penyedotan air tanah --> cekungan --> bervariasi menurut waktu dan lokasi, rata-rata 1-15 cm/thn-->  sejumlah kecil lokasi memiliki tingkat penurunan diatas 20-28 cm/thn.
    • 40% permukaan tanah yang berada di bawah permukaan laut.
    • Kapasitas drainase -->limpasan air.
    • Kondisai DAS + Permukaan lahan.
    • Rekayasa Teknik Lingkungan, Perombakan drainase dan pengurangan urbanisasi

6.        Perencanaan Kota

a.      Perencanaan dengan komponen geografis yang memiliki sasaran untuk menyediakan struktur spasial dari aktivitas (penggunaan lahan) secara lebih baik
b.      Memberikan perhatian kepada dampak secara spasial dari berbagai permasalahan serta koordinasi spasial dari berbagai kebijakan
c.       3 dimensi:
  • Pola kota (masyarakat, struktur, fungsi) 
  •  Aliran kota (informasi, SDA, infrastruktur dan teknologi) 
  • Kualitas kota

d.      Abidin, Hasanuddin Z, et al, 2011, “Land Subsidence of Jakarta (Indonesia) and its relation with urban development”, Net Hazard, 59, pp 1753-1771 --> Kajian 2009
  • Penurunan tanah bervariasi menurut waktu dan lokasi, rata-rata 1-15 cm/thn--> sejumlah kecil lokasi memiliki tingkat penurunan diatas 20-28 cm/thn.
  •  4 tipe penurunan tanah yang terjadi: akibat ekstraksi air tanah; beban konstruksi; konsolidasi alami dari tanah aluvial; tektonik.
  • Variasi spasial dan temporal dari penurunan tanah berhubungan erat dengan ekstraksi air tanah serta karakteristik lapisan sedimen dan beban bangunan di atasnya









Gambar1. Perkembangan Daerah Terbangun di Jakarta dan Sekitarnya
                                                                                        
 
Djakapermana, 2008, dalam Abidin et al, 2011

e.      Ward, PJ et all, 2011, “Coastal Inundation and damage exposure estimation: a case study for Jakarta”, Nat Hazard, 56, pp 899-916 --> kajian 2010

  • F Estimasi kerusakan pada kejadian banjir ekstrim dengan periode pengulangan 100 dan 1000 tahun adalah tinggi (4 juta dan 5,2 trilyun Euro).
  • Dengan skenario ini, pada 2100, kemungkinan kerusakan akan meningkat dengan faktor 4-5 dengan perbedaan yang kecil antara skenario kenaikan permukaan air laut yang rendah/tinggi.
  • Peningkatan ini terjadi karena tingkat penurunan tanah yang tinggi dan melupakan pembangunan sosial ekonomi.
  • Perlunya perhatian khusus terhadap masalah penurunan tanah untuk menghindari bencana di masa depan.



Gambar 2. Peta Penggunaan Lahan


f.          Texier, Pauline, 2008, “Floods in Jakarta: when the extreme reveals daily structural constraints and mismanagement”, Disaster Prevention and Management, 17 (3), pp 358-372

  • Faktor manusia dominan dalam menjelaskan besarnya banjir di tahun 2007.
  • Urbanisasi ikut bertanggungjawab atas kejadian banjir karena menutup permukaan tanah (waterproofing the soils)-->limpasan air meningkat.
  • Masyarakat dari daerah miskin ilegal yang paling terkena dampak.
  • Perilaku mereka dan strategi mereka sanagt ditentukan oleh hambatan sehari-hari yang mereka hadapi (kemiskinan, buang sampah sembarangan )









g.      Pola Hidrologis dan DampaknyaPola Hidrologis dan Dampaknya
 
BMG, Cliliwung Cisadane Project dan Tempo, 2007 dalam Texier, 2008BMG, Cliliwung Cisadane Project danTempo, 2007 dalam Texier, 2008

Siswanto, Bambang, 2011, “Evaluasi Kebijakan Pengambilan dan Pemanfaatan Air Tanah di Provinsi DKI Jakarta”, Tesis, Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor

  • Kapasitas produksi dan distribusi PAM DKI Jakarta yang relatif tetap, di sisi lain pertumbuhan jumlah penduduk, urbanisasi, perkembangan bisnis, industri, dan sektor pelayanan publik terus meningkat, menyebabkan pengambilan dan pemanfaatan air tanah terus meningkat.
  • Pengambilan dan pemanfaatan air tanah di Provinsi DKI Jakarta diduga telah sampai pada tahap yang dapat mengakibatkan terjadinya penurunan muka air tanah, amblesan, dan intrusi air laut.
  • Faktor lain yang menyebabkan terjadinya kecenderungan pemanfaatan air tanah di Provinsi DKI Jakarta adalah: (1) harga perolehan air tanah yang jauh lebih murah dibandingkan tarif pemakaian air Perusahaan Air Minum (PAM) DKI Jakarta; (2) pemompaan air tanah sifatnya in-situ sehingga ketersediaannya tidak tergantung pihak lain dan membuat ketersediaan air lebih terjamin; (3) rejim pengelolaan air tanah yang secara “de facto” merupakan “open access”; dan (4) implementasi dan penegakan peraturan perundangan yang masih belum optimal.
  • Kenaikan pajak air tanah signifikan menurunkan pengambilan dan pemanfaatan air tanah pada sumur-sumur yang terletak di dalam jangkauan pelayanan PAM DKI Jakarta, tetapi tidak signifikan menurunkan pemakaian air tanah di luar area pelayanan perusahaan tersebut. Setelah kenaikan pajak air tanah, biaya perolehan air tanah untuk semua kelompok pelanggan dan besaran pemakaian lebih besar dibandingkan biaya perolehan air bersih yang disediakan oleh PAM DKI Jakarta